bersama dalam bahagia bersatu dalam duka

Sabtu, 01 Februari 2014

kumpulan puisi orang banua


kumpulan puisi orang banua


Ali Syamsudin Arsi
Sungai di Mataku

Luka sungai itu belumjuga terobati
Walau lumut tak  mau mengerti
Sedang kita sudah bias bermimpi
Bahwa sungai tak mungkin mati


“Siapa yang tidur lelap di perutmu itu, sungai ?”
“ Ikankah itu ? “
“Perahu ? Batu ? Pasir ?
Atau debu-debu dari jalanan  di sisimu ? “

“Aku sudah biasa dengan luka ini ,”
Kata sungai di suatu pagi
“Tapi kulihat airmata di pipimu, sungai,”

Sungai berlari dan terus berlari
Lika itu mendekapnya
Tetapi sungai tetap berlari
Seakan sungai berkata padaku.
“biarkan aku di sini,sendiri,
Dan luka itu adalah aku sendiri                     





Ariffin nor hasby
Bulan di Kali Martapura

Bulan di kali Martapura
Berulang kali orang menyaksikannya
Mengantarkan mimpi manusia keseberang
Setelah malam jatuh di pagar jembatan

Ada cahaya yang tenggelam
Dipukul musim yang garang
Ketika orang-orang masih termenung
Di jukung-jukung                              

Menyeberanglah, orang-orang mengajakku
Tapi dilangit ada ajakan lain menuinggumu
Setelah pemandangan waktu melahkan lampu-lampu
Kota membasuh tatapan-tatapan keruh
Orang-orang berdiri sampai subuh
Tak tau arah pulang seluruh langkah !

Bulan di kali Martapura
Orang-rang tak ingat lagi
Siapa yang menyimpan airmata
Ketika jukung-jukung tersesat dalam hatimu



Arsyad indradi
Doa sungai

Sungaiku sungai darahku
Darahku
Lukaku
Cuka
Karena dosa darahku
Luka
Karena dosa
Lukaku cuka
Lukaku Kau pun luka
Cukaku Kau pun cuka
Alir sungaiku alir perih duka-Mu
Maka kusungaikan doaku
Ke muara kasih-Mu



Diah Hadaning
Sajak Pagi Muara Kuin
 -bagi Penyair Hijaz Yamani

Menyusuri Muara Kuin pagi-pagi
Kudengar Banjarmasin bernyanyi
Kulihat Martapura menari
Kureguk kopi perahu diseduh
Dengan tangkai lubuk hati

Menyusuri Muara Kuin pagi-pagi
Ada yang bangkit dari ritme kesederhanaan
Bermula di lunas kelotok perempuan tabah
Membela-belah hamparan sungai Martapura
Kecoklatan sarat beban

Janjikan serangkaian irama kehidupan
Sebuah nyanyian paling sederhana
Dari bumi khatulistiwa
Lima tahun yang lalu pernah kusyairkan
Coba bayangkan kerut wajah dalam angan
Kusalami pagi ini harimu dini
Muara bersaksi
Menyusuri denyut hati pagi-pagi
Wajah-wajah muncul dan tenggelam
Di percik buih lunas perahu
Di desir lekotok tua berlalu

M.S. Sailillah
Sungai Martapura

hindau kemuning bulan jatuh setangkai
menyayat sedu-sedan sang perawan dan
tambangan
alahai sungaiku, sungai hatiku
dari hulu memikul keranda, menggotong akar
tuba
menggoncang lanting-lanting menghempas
nahkoda

arusmu telah diracun beribu tagar
dirancu kuman, dipacu bumi menggelepar

sungaiku
sejak dahulu menyunting rembulan di rambut
perawan
merajah jantera hari-hari malang di jantung kota

kuaklah jaring-jaring di hatimu
redakan angin yang menyisir rembulan
telan tangismu
telan ilung batu
telan awan batu
di muaramu 



Eko Suryadi WS
Sungai Luka

Tanah air mata ini
Adalah puisi-puisi yang ku tulis
Tanah yang kehilangan pohon
Sungai yang kehilangan muara
Mimpi yang kehilangan malam

Tanah air mata ini
Musim yang ditawan
Catatan penghujung tahun
Ditulis di buku kemarau
Dengan ranting-ranting kering

Tanah air mata ini
Kita biarkan berdarah
Tanah air mata ini
Adalah kita yang menggiring kata-kata
Ke sungai luka




Hajriansyah
Sungai Adalah Kenangan dan Mimpi yang Terang

Jejak-jejak telah dihapus bersama genangan
Sampah yang digerusnya taoi terus saja
Kecoklatan airnya mengalir perasaan manusia
Selayaknya pengembara yang mengayuh
Jukungnya ke muara-muara harapan

Sungai adalah kaca bening
Di permukaannya selalu terpantulkan wajah yang
Bingung, entah milik siapa.
(mungkin juga wajah kita sendiri) yang mencari
Ku luhuk-luhuk tersembunyi

Sungai adalah jalan
Di atasnya perahu kita dilarutkan
Entah ke pencarian yang mana
Entah ke pencarian untuk apa




Hamami Adaby
Kota 1000 Sungai

Tak mungkin menolak geriap sajak
Yang lahir di tengah riak kota 1000 sungai
Mengurai perahu bertebar hilir-mudik
Hingga luruh matahari

Tak mungkin menolak geriap sajak
Yang lahir di tengah riak kota 1000 sungai
Orang-orang sibuk sendiri
Gedung pencakar, supermarket
Kantor dan pertokoan
Ibu sedang berkotek amboi

Tak mungkin menolak geriap sajak
Yang mekar di tengah riak kota 1000 sungai
Dandan riasan wajahnya, aduhai

Tak mingkin kutolak geriap hati
Yang besar dalam napas kota 1000 sungai
Dan lift dan tangga-tangga supermarket



Hijaz Yamani
Kali Martapura
Kali Martapura airnya coklatnya
Mendesir-desir pada tepi lanting-lanting* tua
Banjarmasin kotaku di liku-likunya
Bertepi ngedung-gedung pasar baru

Disini tempat perenangan segala yang bertaruh pada hidup
Seolah-olah tidak pupus liuk-liuk yang bermanusia
Dan ada juga orang-orang letih di sini
Tiduran di samping jembatan panjang
Kerongkongannya menggelepar-gelepar dahaga
Oh, rindunya rumah-rumah tempat bermimpi tak berembun

Ohoi dukuh-dukuh berkayuh-kayuhan
Buah dadanya berkeliaran dalam baju hitam
Di wajah berkerudung sutra-jalang matanya

Di kaliku beratus benda menggetari air
Sedang sinar mencerah dimataku
Dan mereka kuperam dalam hati rindu
-Hai segala pemghuni pasar di atas kali
Mari kita tawar-menawar dan bermurah hati




M. Rifani Djamhari
Potret Wanita Tua Mengarus Sungai

Ketika kumelintas di jembatan itu
Matahari bercermin tegak
Di atas riak sungai Martapura
Yang sedang pasang kekuningan
Mengarak ilung mengarak sampah

Kulihat
Seorang wanita tua di dalam peruha
Dari arah pasar mengarus sungai
Tidak berjayuh
Karena kedua tangannya
Menghitung uang

Di bawah naungan tanggui
Riak sungai menggoyang cahaya matahari
Di wajahnya keriput
Tapi bangga
Menatap jari-jarinya yang gemetar
Menghitung keletihan
Menghitung kemenangan

Kupikir barangkali ia sendiri
Meniti hari-hari menuju senja ini
Tapi ia begitu damai
Membiarkan perahunya mengarus sungai

Maman S. Tawie
Seribu Sungai

Lewat seribu sungai aku mengalir bersama
Arusmu
Walaupun rakit jiwa berlumur lumpur dan darah
Dari duka bunda yang nista dan terluka parah

Hanya karenaMu aku lintasi rawa demi rawa
Yang terlantar dalam dengus kemarau
Walau tertatih-tatih aku
Oleh geleparnya yang nestapa

Hanya karenaMu aku tualangi rimba demi rimba
Yang terperangkap di tenggorakan sunyi
Walau tersandung-sandung aku
Oleh jerit gemuruhnya yang purba

Aku pun tengadah
O, huruf-hurufMu betapa indah
Tapi darimana aku mesti mulai mengejarnya
Sedang di semak hati
Masih membekas jejak-jejak serigala

Lewat seribu sungai aku kian hanyut ke muara
Walau terguncang-guncang aku
Oleh zikir angin yang menghempas cuaca

Lewat seribu sungai
Ternyata aku belum juga sampai
Ke sumber airMu
Yang tak henti-henti mengisi hausku
Ouih

Micky Hidayat
Sungai Martapura

Bulan menari-nari di atas sungai
Betapa erotis dan gemulai
Menerbitkan syahwat kelelakianku
Betapa genit dan menggoda senyumnya
Mengundang gairahku ingin memeluknya

Lalu lalang sampan
Senantiasa menciptakan riak gelombang
Hingga lanting-lanting bergoyang
Hilir-mudik sampah dan kayu hasil tebangan
Membersitkan Tanya dan sesal berkepanjangan
: masih adakah sungai kehidupan

Membaca riwayatmu, O, sungaiku
Tak habis-habis kubaca berjilid-jilid buku
Kesaksian tetaplah menjadi misteri
Sebagaimana usia tak pernah abadi







Rosydi Aryadi Saleh
Kota, Sungai, Air Mata

Adalah kota mengaca di aliran sungai
Martapura, mengurai isyarat, membaca dalam
Kalimat pendek, geram di amuk badai.

Adalah pintaran waktu, mengejar barisan laknat:
Akulah manusia perkasa.

Adalah kota, sungai, airmata mengalir
Dalam balutan jiwa, memerah merah

Akulah syair penyair, mihrab dalam geriap
Matahari, kerlip mata hati.

Akulah zaman, busur bertahta pintaran waktu,
Tangisan adam hawa.






Syukrani Maswan
Sungai Kuin Mengalir
-buat erna-
             
Sapa menyapa di sungai kuin
Bagai hati tak pernah malam pada sudutnya
Larut ilung pada tepinya
Menyangkut, lalu tak terasa membuka
Pintu esokmu

Diri terpasung, jukung di pasung
Arus Sungai Kuin berkata
Seperti membentak senyum di hati
Yang tak mengerti
Teka-teki








Y.S. Agus Suseno                             
Sungai Martapura

Sungai apakah yang membilas tubuhmu
Sepanjang usia?
Sungai hibuk di tengah kota kita sungai tua
Martapura
Kelotok dan speed-boat menabuh bubuk udara
Dengan suara abad
Mendesak jukung dan lanting-lanting terlambat
Masihkah bertambat cintamu pada
Gelombangnya yang menepikan cita-cita pada masa lalu kita ?
Adakah masih kuning kulit perawan pesisir
Menawarkan angan dan menggelorakan
Sungaimu ?

Sungai Martapura sungai keruh membelah
Banjarmasin tercinta
Limbah pabrik dan coklat airnya masihkah menyisakan harapan
Masihkah kau mengenang perahu-perahu kecil
 yang telah bertolak ke Bandar-bandar
pengasingan
dan diburu gemuruh ombak ke teluk-teluk
keabadian ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar