bersama dalam bahagia bersatu dalam duka

Jumat, 31 Mei 2013

KERETA DENGAN PARADIGMA BARU

Era 2000-an menurut saya adalah era kebangkitan Teater Kereta secara signifkan. Banyak hal baru dan terobosan brillian yang dilakukan oleh pengurus di tahun ini. Sistem rekruetmen anggota baru tidak lagi mengacu pada sistem terdahulu, tetapi ada inovasi baru. Misalnya, setelah mendaftar, anggota baru diwawancarai, kemudian diadakan work shop dan yang terakhir wajib ikut tantangan alam. Inilah yang saya katakan terobosan baru. Dengan cara seperti ini, setidak-tidaknya, pengurus dapat mengukur keseriusan dan kesungguhan anggota baru. Sudah bukan rahasia lagi, kebanyakan anggota baru, apabila masuk ke sebuah UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) selalu coba-coba, ikut teman, dan yang lebih ironis lagi karena bingung cara kegiatan.
       Pentas yang dilakukan pun sangat intens. Tidak saja menjadikannya sebagai agenda bulanan, akan tetapi sudah merupakan keharusan untuk tampil di kampus IAIN Antasari. Ini bisa menjadi indikator eksis tidaknya sebuah teater. Bukankah dengan sering tampil kita dapat meminimalisir kekurangan sebuah pertunjukan ? Selain itu, dapat menjadi pengobat rindu dengan fans, yang saya yakin tidak sedikit mengidolakan Teater Kereta. Dengan tampil di publik, maka bisa menjadi nilai refresing dan “obat” untuk menghilangkan kejenuhan dengan seringnya latihan.



Persiapan Sebelum Pentas
      Dua tahun terakhir ini, kegiatan Kereta semakin sarat makna. Misalnya, mengadakan kegiatan dengan tema “SEMALAM BERSAMA KERETA” yang dikemas dalam sholat tarawih, witir, tausyiyah,tadarus, mudzakarah, dan diakhiri dengan sahur bersama. Pengurus Kereta juga mampu melihat peluang, yaitu  menjadikan koran daerah sebagai mitra. Beberapa kegiatan Kereta sering diekspos. Inilah nilai plus yang dimiliki oleh Kereta dibandingkan teater atau sanggar lain yang ada di IAIN Antasari Banjarmasin.Bukti keseriusan dan kerja keras yang tak mengenal henti Teater Kereta juga diberi kepercayaan tampil di TVRI Kalimantan dalam pagelaran Drama Komedi Situasi. Mungkin yang disuguhkan belum memuaskan semua pihak, tetapi terobosan ini bisa menjadi langkah awal untuk mengenalkan teater kepada masyarakat, apalagi para pemainnya 100 % adalah mahasiswa yang disibukkan oleh berbagai aktivitas dan rutinitas lainnya.

Teater Kampus mulai Terberangus !

KAMPUS, mempunyai berbagai macam makna dan penjabaran. Mulai dari bentuk bangunan secara fisik, sampai pada hiruk-pikuk civitas academica-nya. Teater, adalah satu dari berbagai jenis aktivitas yang dilakukan para akademisi di dalam kampus.
Menyoal perjalanan teater di kampus, sama halnya mengorek luka tentang kehidupan pendidikan di Indonesia.  Program, kurikulum, serta target pencapaian, dikonsep dan tersusun dengan rapinya. Hasil evaluasi menunjukkan nilai komulatif memuaskan. Namun praktik di lapangan, para lulusan dari lembaga pendidikan, tak ubahnya tong kosong berbunyi nyaring.
Apakah  kelompok teater tersebut bukan jenis kelompok teater yang hidup, berproses dan berkembang di kampus, sehingga tidak bisakah  itu disebut teater kampus? Jika berpikir suatu pembalikan, apakah  teater  kampus  harus hidup, berkembang dan berproses di kampus? Atau  semacam  apa  teater kampus itu? Hal ini perlu adanya  penelaahan dan klarifikasi  lebih lanjut.
Sampai saat ini, makna tentang teater kampus, kapan  mulai berdiri, siapa tokoh-tokohnya, dan sebagainya, belum tercatat dalam sejarah dunia perteateran, sehingga sampai kapan pun, teater kampus belum mendapatkan pengakuan dari kalangan pegiat teater ataupun akademisi. Bahkan, dalam pelajaran bahasa dan seni di sekolah menengah, bahkan sampai pada perguruan tinggi, materi tentang teater kampus tidak  pernah masuk dalam bahasan.
Jika menulis sejarah/perjalanan teater kampus terlalu belebihan, setidaknya perlu adanya rumusan yang jelas tentang teater kampus. Rumusan tersebut barangkali dapat dipakai sebagai acuan kelompok teater yang hidup, berproses, dan bekembang di kampus, sehingga kerja para pegiat teater kampus selama ini, tidak teraniaya karena kurang jelas fisi, misi, serta arah tujuannya.
Namun  ditahun 2000-an sampai sekarang, kelompok teater yang berbasis di kampus, nyaris tidak jelas fisi dan misinya, baik itu dalam proses pemilihan naskah, pementasan, diskusi maupun di saat performance art-nya. Pegiat teater kampus lebih memilih naskah humor yang tidak mencerdaskan.
Selalu dalam diskusi  pascapementasan, membahas hal-hal yang teknis, misalnya, aktor yang lemah dalam berfokal, irama yang lamban, gesture, blocking, moving, penguasaan panggung, dan sebagainya.
Hal lain yang tidak disadari para pegiat teater kampus, adalah kurangnya referensi tentang teater, baik naskah, tulisan tentang teater, maupun pertunjukan teater.
Berlakunya sistem pendidikan di kampus dewasa ini, juga tidak disadari oleh mahasisiwa, termasuk yang terlibat dalam kelompok teater, bahwa sistem tersebut mengebiri ideologi/pemikiran mereka. Proses instan menjadikan mahasiswa malas, daya ketergantungan sangat tinggi, kerdil dalam berinofasi, inspirasi, dan berkreasi. Fasilitas yang memadai, memanjakan, dan membuai, sekaligus mempersempit ruang gerak para mahasiswa.
Teater kampus sudah terberangus, karena pegiat teaternya kurang bereksperimen, mencari bentuk-bentuk baru, dan mencoba keluar dari rel. Hal ini adalah penghambat untuk menjadi maju.
Apakah teater kampus harus mempunyai ideologi tertentu? Jawabnya adalah, harus! Karena teater adalah bagian dari laku hidup, jika tak mempunyai idiologi, akan terombang-ambing dalam mengarungi samudra kehidupan. Paling tidak membuat rumusan yang jelas, sebagai pijakan ke mana kelompok teater tersebut akan berarah.
Pernah dalam diskusi kecil di warung Gardu gardan kami mendiskripsikan tentang teater kampus.  Pertama, teater kampus adalah kelompok teater yang berbasis di kampus, beranggotakan mahasiswa dengan aktivitas mengenal latihan dasar teater, dan membuat pementasan (asal pentas).
Kedua, adalah teater yang berbasis di kampus, dalam proses maupun pementasannya, mempunyai visi dan misi tertentu, untuk mencerdaskan pelaku serta masyarakat. 
Ketiga, kampus sebagai basis dalam berlatih kehidupan, sedangkan teater sebagai wadah untuk melatih kepekaan. Mau pilih yang mana? 
 
sumber : http://teaterhimasindo.blogspot.com/