KAMPUS, mempunyai
berbagai macam makna dan penjabaran. Mulai dari bentuk bangunan secara fisik,
sampai pada hiruk-pikuk civitas academica-nya. Teater, adalah satu dari
berbagai jenis aktivitas yang dilakukan para akademisi di dalam kampus.
Menyoal perjalanan
teater di kampus, sama halnya mengorek luka tentang kehidupan pendidikan di
Indonesia. Program, kurikulum, serta
target pencapaian, dikonsep dan tersusun dengan rapinya. Hasil evaluasi
menunjukkan nilai komulatif memuaskan. Namun praktik di lapangan, para lulusan
dari lembaga pendidikan, tak ubahnya tong kosong berbunyi nyaring.
Apakah kelompok teater tersebut bukan jenis kelompok
teater yang hidup, berproses dan berkembang di kampus, sehingga tidak bisakah itu disebut teater kampus? Jika berpikir suatu
pembalikan, apakah teater kampus harus hidup, berkembang dan berproses di
kampus? Atau semacam apa teater kampus itu? Hal ini perlu adanya penelaahan dan klarifikasi lebih lanjut.
Sampai saat ini, makna
tentang teater kampus, kapan mulai
berdiri, siapa tokoh-tokohnya, dan sebagainya, belum tercatat dalam sejarah
dunia perteateran, sehingga sampai kapan pun, teater kampus belum mendapatkan
pengakuan dari kalangan pegiat teater ataupun akademisi. Bahkan, dalam
pelajaran bahasa dan seni di sekolah menengah, bahkan sampai pada perguruan
tinggi, materi tentang teater kampus tidak pernah masuk dalam bahasan.
Jika menulis
sejarah/perjalanan teater kampus terlalu belebihan, setidaknya perlu adanya
rumusan yang jelas tentang teater kampus. Rumusan tersebut barangkali dapat
dipakai sebagai acuan kelompok teater yang hidup, berproses, dan bekembang di
kampus, sehingga kerja para pegiat teater kampus selama ini, tidak teraniaya
karena kurang jelas fisi, misi, serta arah tujuannya.
Namun ditahun 2000-an sampai sekarang, kelompok
teater yang berbasis di kampus, nyaris tidak jelas fisi dan misinya, baik itu
dalam proses pemilihan naskah, pementasan, diskusi maupun di saat performance
art-nya. Pegiat teater kampus lebih memilih naskah humor yang tidak
mencerdaskan.
Selalu dalam diskusi pascapementasan, membahas hal-hal yang teknis,
misalnya, aktor yang lemah dalam berfokal, irama yang lamban, gesture,
blocking, moving, penguasaan panggung, dan sebagainya.
Hal lain yang tidak
disadari para pegiat teater kampus, adalah kurangnya referensi tentang teater,
baik naskah, tulisan tentang teater, maupun pertunjukan teater.
Berlakunya sistem
pendidikan di kampus dewasa ini, juga tidak disadari oleh mahasisiwa, termasuk
yang terlibat dalam kelompok teater, bahwa sistem tersebut mengebiri
ideologi/pemikiran mereka. Proses instan menjadikan mahasiswa malas, daya
ketergantungan sangat tinggi, kerdil dalam berinofasi, inspirasi, dan
berkreasi. Fasilitas yang memadai, memanjakan, dan membuai, sekaligus
mempersempit ruang gerak para mahasiswa.
Teater kampus sudah
terberangus, karena pegiat teaternya kurang bereksperimen, mencari
bentuk-bentuk baru, dan mencoba keluar dari rel. Hal ini adalah penghambat
untuk menjadi maju.
Apakah teater kampus
harus mempunyai ideologi tertentu? Jawabnya adalah, harus! Karena teater adalah
bagian dari laku hidup, jika tak mempunyai idiologi, akan terombang-ambing
dalam mengarungi samudra kehidupan. Paling tidak membuat rumusan yang jelas,
sebagai pijakan ke mana kelompok teater tersebut akan berarah.
Pernah dalam diskusi
kecil di warung Gardu gardan kami mendiskripsikan
tentang teater kampus. Pertama, teater
kampus adalah kelompok teater yang berbasis di kampus, beranggotakan mahasiswa
dengan aktivitas mengenal latihan dasar teater, dan membuat pementasan (asal
pentas).
Kedua, adalah teater
yang berbasis di kampus, dalam proses maupun pementasannya, mempunyai visi dan
misi tertentu, untuk mencerdaskan pelaku serta masyarakat.
Ketiga, kampus
sebagai basis dalam berlatih kehidupan, sedangkan teater sebagai wadah untuk
melatih kepekaan. Mau pilih yang mana?
sumber : http://teaterhimasindo.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar